BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Pengertian Ahlussunnah Waljamaah
Dalam
istilah masyarakat Indonesia, aswaja adalah singkatan dari ahlussunnah
waljamaah. Menurut bahasa (etimologi), ada tiga kata yang membentuk istilah
tersebut :
1.
Ahl, berarti keluarga, golongan atau
pengikut
2.
Al-Sunnah, segala sesuatu yang telah
diajarkan oleh Rasulullah SAW. maksudnya, semua yang datang dari nabi SAW,
berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi SAW, (Fath al-Bari, juz XII, hal.
245)
3.
Al-Jamaah, yakni apa yang telah
disepakati oleh para sahabt rasulullah SAW pada masa khulafaur Rasyidin
(khalifah Abu Bakr, Umar bin Al-Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib)
Sedangkan menurut istilah (terminologi), Ahlussunnah Waljamaah
berasal dari hadits-hadits Nabi SAW yang antara lain
وَالّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِه
لَتَفْتَرِقُ اُمَّتِى عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِى
الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِى النَّارِقِيْلَ : مَنْ هُمْ يَارَسُوْلَ
اللهِ ؟ قَالَ : اَهْلُ السُنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ )رواه الطبرانى(
Artinya : “demi Tuhan yang
memegang jiwa Muhammad ditangan-Nya akan terpecah-pecah ummatku sebanyak 73
firqah : “Yang satu masuk surga dan yang lainnya masuk neraka”. Bertanya para
sahabat: “Siapakah firqah (yang tidak masuk neraka) itu ya Rasulallah?” Nabi
menjawab : “Ahlussunnah Waljamaah” (hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Thabrani)
اِنَّ بَنِى
اِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ
اُمَّتِى عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِى النَّارِ
اِلَّامِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوْا وَمَنْ هِيَ يَارَسُوْلَ الله قَلَ : مَااَنَا
عَلَيْهِ وَاَصْحَابِى )رواه الترمذي(
Artinya : “bahwasanya Bani
Israil telah berfirqah. Firqah sebanyak 72 millah (firqah) dan akan berfirqah
ummatku sebanyak 73 firqah. Semuanya masuk neraka kecuali satu, sahabat-sahabat
yang mendengar ucapan ini bertanya : “Siapakah yang satu itu ya Rasulallah ?”
Nabi menjawab : “Yang satu itu ialah orang yang berpegang (beri’tiqad) senbagai
peganganku (istiqadku) dan pegangan sahabat-sahabatku” (hadits ini
diriwayatkan oleh Imam Turmudzi)
menurut istilah (terminologi) ialah kaum atau orang-orang yang menganut
ajaran Islam yang murni sebagaimana yang diajarkan dan diamalkan oleh Rosulullah
SAW, sahabat-sahabatnya.
1.2.
Rumusan
Masalah
1.2.1.
Apa
pemahaman Ahlussunnah Waljamaah ?
1.2.2.
Bagaimana
pembentukan paham Ahlussunnah Waljamaah ?
1.2.3.
Bagaimana
metode pemikiran Ahlussunnah Waljamaah ?
1.2.4.
Apa karakter
kaum Ahlussunnah Waljamaaah ?
1.2.5.
Bagaimana
pemikiran Ahlussunnah Waljamaah dalam berbagai bidang ?
1.3.
Tujuan
Penulisan
1.3.1.
Mengetahui
pemahaman dan karakter Ahlussunnah Waljamaah
1.3.2.
Memahamai
pembentukan paham, metode pemikiran dan pemikiran Ahlussunnah Waljamaah dalam
berbagai bidang
1.4.
Manfaat Penulisan
1.4.1.
Membuat
masyarakat memahami ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah Waljamaaah
1.4.2.
Masyarakat
dapat mengetahui paham-paham Ahlussunnah Waljamaah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pemahaman Terhadap Paham Ahlussunnah
Waljamaah
Dalam perjalanan
pemerintahan Islam muncul beberapa sekte atau golongan yang akan merubah
pemikiran dan pola kehidupan baik dalam beribadah maupun berkeyakinan.
Ahlussunnah Waljamaah
atau lebih sering disingkat Ahlussunnah atau Sunni adalah mereka yang
senantiasa tegak diatas Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits yang sahih
dengan pemahaman para sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in. Menurut sejarah
bahwa ahlussunnah waljamaah adalah nama sebuah aliran pemikiran (school of
tought ) yang menganggap dirinya sebagai pengikut sunah (The follower of
The sunah) yaitu sebuah jalan keagamaan yang mengikuti Rosulullah dan
sahabat-sahabatnya, sebagaimana dituliskan dalam hadis: “Ma Ana ‘alaih Kwa
ashabi” sedangkan jamaah berarti mayoritas.
Paham ahlussunah
waljamaah sebenarnya sudah terformat sejak masa awal Islam yang ajarannya
merupakan pengembangan dari dasar pemikiran yang telah dirumuskan sejak periode
sahabat dan tabi’in. Yaitu pemikiran keagamaan yang menjadikan hadis sebagai
rujukan utamanya setelah Al-Qur’an. Nama Ahlu Al-hadits diberikan sebagai ganti
ahl al-sunnah wa-jamaah yang pada saat itu masih dalam proses pembentukan dan
merupakan penunjuk jalan lurus dari paham khawarij dan muktazilah yang tidak
mau menerima hadis (al sunah) sebagai sumber pokok ajaran agama Islam setelah
Al-Qur’an.
Imam Al Asy’ari dan Abu
Mansur Al Maturudi adalah dua sosok yang memiliki tempat tersendiri dikalangan kaum Sunni karena melalui dua
ulama kharismatik itulah Ahlussunnah Waljamaah lahir sebagai faham ideologi
keagamaan. Paham ini lahir sebagai reaksi terhadap perkembangan pemikiran
kelompok muktazilah yang begitu liar, Diana doktrin ketuhanan dan keimanannya
semakin menimbulkan keguncangan spiritual ideologis yang dahsyat. Paham
Ahlussunnah Waljamaah yang diajarkan Imam Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturudi
pada dasarnya merupakan koreksi terhadap berkembangnya berbagai doktrin
ketuhanan dan keimanan (visi akidah) yang dipandang menyimpang dari ajaran nabi
dan para sahabatnya. Kaitannya dengan pandangan Jabariah yang fatalistik
tentang nasib serta pandangan Qodariyah yang geraham tentang kemampuan manusia
untuk menentukan perbuatannya, seperti dalam tatapan ideologis kaum Syi’ah dan
Muktazilah, kaum Sunni (Ahlussunah Waljamaah) membuat garis batas yang jelas
terhadap kedua kelompok tersebut. Secara epistemologi Ahlussunnah Waljamaah
bisa diartikan sebagai “para penganut tradisi nabi Muhammad dan Ijmak
ulama’.”
Adapun secara
terminologi, Ahlussunnah Waljamaah berarti “ ajaran Islam yang murni
sebagaimana yang diajarkan dan diamalkan oleh Rosulullah SAW bersama para
sahabatnya”. Pengertian ini mengacu pada hadis nabi yang terkenal : “hal mana
Nabi memprediksikan bahwa satu saat kelak umat Islam akan terpecah dalam 73
golongan, semua celaka kecuali satu firqah, yaitu mereka berpegang teguh pada pegangan beliau
dan pegangan para sahabat-sahabatnya.” Dalam hadis lain yang senada, golongan
yang selamat ini disebut sebagai Ahlussunnah Waljamaah
2.2.
Pembentukan
Faham Ahlussunnah Waljamaah
Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) adalah serangkaian tuntunan hidup yang
diajarkan oleh para kiai, ustadz, atau guru di pesantren-pesantren, madrasah
atau sekolah dan sudah kita amalkan saat ini. Banyak kalangan, khususnya kader
NU sendiri, yang salah faham menganggap Aswaja terpisah dari amal keseharian
sehingga membutuhkan disiplin ilmu atau kajian khusus, dan ternyata yang
kemudian dibahas hanyalah sekelumit sejarah Aswaja, bukan Aswaja itu sendiri.
Secara umum aswaja adalah ajaran yang mengikuti Rasulullah SAW, melalui
praktik-praktik yang dilakukan oleh para sahabat, tabi’in, mujdtahiddin, dan
imam mazhab. Hal tersebut sesungguhnya sudah kita lakukan dalam kehidupn
sehari-hari, pada dasarnya aswaja berisi tentang ajaran tauhid, fiqh, tasawwuf
dll yang sering kita lakukan namun secara terminologi kita belum memahaminya
secara mendalam.
Melacak akar-akar sejarah munculnya istilah ahlussunnah waljamaah, secara
etimologis bahwa aswaja sudah terkenal sejak Rosulullah SAW. Sebagai
konfigurasi sejarah, maka secara umum aswaja mengalami perkembangan dengan tiga
tahap. Pertama, masa imbreonal pemikiran suni dalam bidang teologi yang mana
memilih salah satu pendapat yang paling benar. Pada tahap ini boleh dibilang
masih pada tahap konsulidasi dan tokoh penggeraknya adalah Hasan al-Basri (110
H/728 M). Kemudian yang kedua, proses konsolidasi awal mencapai puncaknya setelah
Imam al-Syafi’I (205 H/820 M) berhasil menetapkan hadist sebagai sumber hukum kedua
setelah Al- qur’an dalam konstruksi pemikiran hukum Islam. Pada tahap ini,
kajian dan diskusi tentang teologi sunni berlangsung secara intensif. Ketiga,
merupakan kristalisasi teologi sunni disatu pihak menolak rasionalisme dogma,
di lain pihak menerima metode rasional dalam memahami agama.
2.3.
Metode Pemikiran Ahlussunnah Waljamaah
Memahami Aswaja (Ahlussunah
Waljamaah) sebagai sebuah metode pemikiran dan pergerakan Islam masih
sangat penting, khususnya dewasa ini dimana Islam tengah berada di persimpangan
jalan antara kutub kanan dan kiri. Tarik menarik yang terjadi
antara dua kutub ini tidak terlepas dari pergulatan Islam itu sendiri dengan
realitas yang selalu hidup. Wacana penyegaran pemahamanan keagamaan kemudian
menjadi sebuah kebutuhan jaman yang tidak dapat terelakkan. Boleh dibilang
bahwa unsur dinamik yang terdapat dalam agama Islam sejatinya terletak pada
multi-interprestasi yang selalu berkembang dalam merespon perubahan realitas
yang terjadi melalui satu titik mainstream Islam berupa pedoman kitab dan
sunnah yang diyakini oleh umatnya.
Hal ini yang membedakan dengan agama-agama lainnya, penyeregamanan
(konvergensi) satu model interprestasi sumber otentik agama yang dimilikinya
menjadikan nilai sebuah agama itu justru kehilangan kesegarannya. Betapapun
secara historis upaya memunculkan bentuk tafsir yang berbeda tersebut telah
ada, namun muaranya lebih kepada pengelupasan agama yang mereka anut dari
panggung kehidupan materialistik.
Sebagai bukti dari dinamika progresif yang terdapat dalam Islam ini, adalah
dari larisnya wacana-wacana keislaman yang diangkat baik dalam lingkup nasional ataupun internasional, yang dijelmakan ke dalam ruang
aktualisasi gagasan dan karya, baik buku, jurnal, institusi, seminar, pelatihan
dan lain-lain. Wacana yang diangkat pun sangat beragam dari mulai yang paling
kanan sampai yang paling kiri, dari yang paling fundamentalis sampai yang
liberal. Seluruhnya membentuk siklus pencerahan yang berangkat dari misi
mengembalikan Islam sebagai sebuah agama yang mampu menjadi solusi masa kini
dan juga masa depan, dan nampaknnya tidak ada yang meyempalkan wacananya dari
sumber otentik al-kitab dan sunnah.
2.4.
Karakter kaum Ahlussunnah Waljamaah
Karakter
kemasyarakatan yang digariskan oleh para ulama’ NU selalu identik dan segaris
dengan karakter masyarakat yang digariskan oleh para ulama Ahlussunnah
Waljamaah
Ada lima
istilah yang diambil dari Al-Qur’an maupun Al-hadits dalam menggambarkkaan
karakteristik Ahlussunnah Waljamaah, yakni
a.
At-Tawasuth
Berarti
pertengahan maksudnya menempatkan diri antara dua kutub dalam berbagai masalah
dan keadaan untuk mencapai kebenaran serta menghindari keterlanjutan ke kiri
atau ke kanan secara berlebihan. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam
surat Al-Baqarah ayat 143.
وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا لِّتَكُونُواْ شُهَدَآءَ
عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيۡكُمۡ شَهِيدٗاۗ
Artinya :” dan
demikian kami telah menjadikan kamu umat yang adil dan pilihan agar kamu
menjadi saksi atas perbuatan manusia dan Rosul (Muhammad) menjadi saksi atas
kamu.”
b.
Al-I’tidal
Berarti tegak
lurus, tidak condong ke kanan dan tidak condong ke kiri. I’tidal juga berlaku
adil, tidak berpihak kecuali pada yang benar yang harus dibela. Kata I’tidal
diambil dari kata adu pada surat Al-Maidah ayat 8.
ۚ ٱعۡدِلُواْ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰۖ
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
Artinya :
“Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
c.
At-Tasamuh
Berarti sikap
toleran kepada pihak lain, lapang dada, mengerti dan menghargai sikap pendirian
dan kepentingan pihak lain, tanpa mengorbankan penndirian dan harga diri,
bersedia berbeda pendapat, baik dalam masalah keagamaan maupun masalah
kebangsaan, kemasyarakatan dan kebudayaan.
Berdasarkan surat Al-Kafirun ayat 1-6
قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ )١ ( لَآ أَعۡبُدُ مَا
تَعۡبُدُونَ )٢ ( وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ )٣ ( وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٞ مَّا
عَبَدتُّمۡ )٤ (وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ )٥ ( لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ
دِينِ) ٦ (
Artinya :
“Katakanlah: "Hai orang-orang kafir Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah Dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku"
d.
At-Tawazun
Berarti
keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak berlebihan satu unsur atau kekurangan
unsur lain. Kata Tawazun diambil dari kata Al-Waznu atau Mizan dari surat
Al-Hadid ayat 25
لَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا رُسُلَنَا بِٱلۡبَيِّنَٰتِ وَأَنزَلۡنَا مَعَهُمُ
ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡمِيزَانَ لِيَقُومَ ٱلنَّاسُ بِٱلۡقِسۡطِ
Artinya :
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti
yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.”
e.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Artinya selalu
memiliki kepekaan untuj mendorong perbuatan baik dan bermanfaat bagi kehidupan
bersama, serta menolak dan mencegah sikap perilaku yang tidak baik yang dapat
menjerumuskan dan merendahkan martabat kehidupan manusia.
Dengan
lima ciri aswaja diatas, kehidupan umat Islam (khususnya NU) diharapkan dapat terpelihara
dengan baik dan terjalin secara harmonis, baik dalam kegiatan berorganisasi
maupun dalam kehidupan bemasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Hal
ini sesuai dengan firman Allah sal Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 110
كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ
بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ
Artinya : “Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”
2.5.
Pemikiran ahlussunnah
waljamaah dalam berbagai bidang
A. Akidah.
a. Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
b. Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam.
c. Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik,
bid'ah apalagi kafir.
B. Syari'ah
a.
Berpegang teguh pada
Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
b.
Akal baru dapat
digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang je1as (sharih/qotht'i).
c.
Dapat menerima
perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang
multi-interpretatif (zhanni).
C. Tashawwuf/ Akhlak
a.
Tidak mencegah, bahkan
menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan
cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
b.
Mencegah sikap
berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
c.
Berpedoman kepada
Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah atau berani (antara penakut dan
ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong dan rendah
diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan boros).
D. Pergaulan antar golongan
a.
Mengakui watak manusia
yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur pengikatnya
masing-masing.
b.
Mengembangkan
toleransi kepada kelompok yang berbeda.
c.
Pergaulan antar
golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai.
d.
Bersikap tegas kepada
pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.
E.
Kehidupan bernegara
a.
NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan karena merupakan kesepakatan
seluruh komponen bangsa.
b.
Selalu taat dan patuh
kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama tidak bertentangan
dengan ajaran agama.
c.
Tidak melakukan
pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah.
d.
Kalau terjadi
penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya dengan cara yang baik.
F. Kebudayaan
a.
Kebudayaan harus
ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma dan
hukum agama.
b.
Kebudayaan yang baik
dan ridak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari manapun datangnya.
Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.
c.
Dapat menerima budaya
baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan (al-muhafazhatu
'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah).
G. Dakwah
a.
Berdakwah bukan untuk
menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak masyarakat menuju jalan
yang diridhai Allah SWT.
b.
Berdakwah dilakukan
dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
c.
Dakwah dilakukan
dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas, disesuaikan dengan kondisi
dan keadaan sasaran dakwah.
Dari sini sesungguhnya
yang diperlukan dari kita adalah kearifan untuk menyikapi problematika
multi-tafsir pemahaman keagamaan ini secara apresiatif dan tidak dianggap
sebagai sebuah pencemaran agama. Yang harus dipersiapkan adalah sejauh mana
kesanggupan kita melakukan dialektika yang komprehensif dalam menyaring gagasan
mana yang lebih berdaya manfaat dan memberikan kemaslahatan bagi umat Islam
masa kini. Di samping kebesaran hati kita untuk membuka
pikiran dalam menerima berbagai varian gagasan yang dimunculkan tersebut. Tak
terkecuali bagi Aswaja yang telah lama diyakini sebagai teologi yang banyak
diyakini atau dianut oleh umat Islam di dunia, ia juga tak ubahnya mangalami
dialektika multi-tafsir yang sama. Maka menggiring Aswaja pada satu bentuk konsep
yang tunggal hanya akan menjadikan ajaran Aswaja kehilangan kesegarannya.
Lebih-lebih aswaja hanya berfungsi sebagai salah satu bentuk metode berpikir
dalam memahami lautan Islam dan keislaman yang maha luas.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Sebagai
satu doktrin (ajaran) Ahlussunnah Waljamaah sudah ada jauh sebelum dia tumbuh
sebagai aliran dan gerakan, bahkan istilah Ahlussunnah Waljamaah itu sudah
dipakai sejak zaman Rosulullah dan para sahabat. Sebab hakikat Ahlussunnah
Waljamaah sebenarnya adalah Islam itu sendiri.
Di
Indonesia sendiri Ahlussunnah Waljamaah muncul sebagai gerakan pemurnian
ajaran-ajaran Islam, sebagai respons dan reaksi atas terjadinya
penyimpangan-penyimpangan ajaran agama yang dilakukan oleh sekelompok yang
mengaku atau mengatasnamakan diri sebagai pembaharu. Sebagai gerakan
pemeliharaan pemurnian ajaran Islam, kaum Ahlussunnah Waljamaah selalu
berpedoman sesuai karakteristik dari Ahlussunnah Waljamaah itu sendiri, yaitu
At-Tawasuth (jalan tengah), Al-I’tidal (tegak lurus), At-Tasamuh (toleran),
At-Tawazun (seimbang) dan amar ma’ruf nah Munkar
3.2.
Saran
Sebagai umat Islam kita harus waspada
terhadap sesuatu yang bisa memecah belah umat Islam sendiri, sehingga apabila
umat Islam terpecah belah musuh-musuh Islam dapat menyerang Islam dengan mudah.
Dan juga terhadap kaum kafir yang selalu berusaha untuk menghancurkan umat
Islam yang selalu meluncurkan propagandanya tersebut.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan inspirasi
sehingga ada yang meneruskan karya ini karah yang lebih baik, lebih detail, dan
lebih akurat dari yang telah ada.
DAFTAR PUSTAKA
http://pemikiranaswaja.blogspot.com/p/pemikiran-aswaja
Mursyid,
Imam, Ke-NU-an Ahlussunnah Waljamaah kelas XI, Semarang: Pimpinan
Wilayah Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Jawa Tengah, 2011
Taufiq,
Imam, dik, Materi Dasar Nahdlatul Ulama (Ahlussunnah Waljamaah), Semarang:
PW LP Ma’arif NU Jawa Tengah, 2002
mohon ijin copy, sebagai refrensi materi aswaja kuliah
ReplyDelete