MAKALAH
RELEVANSI
METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas
Dosen
Pengampu : Khalimatus Sadiyah, M.Pd.I.
Disusun oleh :
Ahmad Ainurrizal
(141310003100)
Nila Ayu
Khotimah
Uswatun
Khasanah
Ratna
Sanjiyanti
Moh. Kamaluddin
Dwi Cahyo
Handoko
Kelas : 5 PAI A 2
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NAHDLATUL ULAMA
JL.
TAMAN SISWA (PEKENG) TAHUNAN JEPARA 59427
TAHUN
AJARAN 2016
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum.
Wr. Wb.
Alhamdulillah, Segala Puji Syukur senantiasa tercurahkan
kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan segala
kesalahan dan kekurangannya, guna memenuhi tugas mata kuliah “Sejarah
Pendidikan Islam”. Sholawat serta salam tidak lupa kita haturkan kepada Baginda
Nabi Muhammad SAW, dan semoga kita semua termasuk umatnya yang kelak
mendapatkan syafa’atnya kelak di hari qiamat. Āmīn.
Makalah ini telah kami susun semaksimal mungkin dan kami
juga mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Meskipun kami sebagai penyusun berharap isi dari makalah ini
bebas dari kesalahan dan kekurangan. Namun, tentunya kami menyadari bahwa kami
hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan dan
kesempurnaan itu hanya milik Allah semata. Oleh karena itu, kami sebagai
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya lapoaran
ini diwaktu mendatang. Semoga Allah SWT memberkahi makalah ini, sehingga dapat
memberikan manfaat kepada kita semua. Āmīn...
Wassalamu’alaikum.
Wr. Wb.
Jepara, 21 September 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
Judul
Kata
Pengantar.................................................................................................
i
Daftar
Isi............................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................................... 2
C. Tujuan
Penulisan...................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Hakekat
Metode PAI............................................................................... 3
B. Pemilihan
dan Penentuan Metode............................................................ 4
C. Kedudukan
Metode dalam Belajar Mengajar.......................................... 6
D. Prinsip-Prinsip
Metode Pembelajaran...................................................... 7
E. Relevansi
Metode PAI............................................................................. 10
BAB
III PENUTUP
A. Simpulan.................................................................................................. 12
B. Saran......................................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehadiran agama Islam yang dibawa
nabi Muhammad saw. Diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang
sejahtera lahir dan bati. Didalamnya terdaoat berbagai petunjuk tentang
bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidapan ini secara lebih
bermakna dan dalam arti yang seluas-luasnya.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai
berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya,
al-Qur’an dan Hadits, tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan
yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi, besikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material
dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu,
bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, kemitraan, mencintai
kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia, dan sikap-sikap positif
lainnya.
Untuk mempelajari ajaran-ajaran
agama yang dibawa oleh Rosulullah saw. Yaitu agama islam, maka di dalam suatu
lembaga baik formal maupun non formal terdapat ajaran-ajaran agama yang
disampaikan kepada peserta didik yang sesuai dengan ajaran Islam. Terlebih
lembaga yang mengandung unsur keislaman, seperti madrasah dan lain-lain.
Dalam menyampaikan berbagai bahan
pelajaran, seoranga pendidik seharusnya memiliki berbagai cara atau metode yang
cocok atau sesuai untuk digunakan. Untuk itu seorang pendidik yang profesional
harus mengetahui ilmu tentang metode pembelajaran, khususnya pembelajaran
mengenai Pendidikan Agama Islam. Dalam pemilihan metode pembelajaran yang tepat
akan dapat menentukan tingkat keberhasilan suatu pembelajaran.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang maksud dengan metode
pembelajaran Pendidikan Agama Islam?
2.
Bagaimana relevansi metode PAI
dengan tujuan pembelajaran?
3.
Bagaimana relevansi metode PAI
dengan bahan ajar?
4.
Bagaimana relevansi metode PAI
dengan evaluasi?
5.
Bagaimana relevansi metode PAI
dengan siswa dan situasi?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui apa yang maksud dengan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam?
2. Untuk
mengetahui bagaimana relevansi metode PAI dengan tujuan pembelajaran?
3. Untuk
mengetahui bagaimana relevansi metode PAI dengan bahan ajar?
4. Untuk
mengetahui bagaimana relevansi metode PAI dengan evaluasi?
5. Untuk
mengetahui bagaimana relevansi metode PAI dengan siswa dan situasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Metode PAI
1. Pengertian
Metode Dalam Pendidikan Islam
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan
penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah
pengajaran berakhir.[1]
Dalam konsep pendidikan islam, metode pendidikan diartikan
dengan beberapa istilah, yaitu. 1. Minhaj al-tarbiyah, 2. Kaifiyat al-
tarbiyah, 3. Wasilah al-tarbiyah, 4. At-thariqotu at-tarbiyah, sedangkan yang
paling populer digunakan adalah istilah at-thariqah, yang berjalan atau cara
yang harus ditempuh. Menurut Zakiyah Darajat, metode ini dimaksudkan agar murid
dapat menangkap pelajaran dengan mudah efektif dan dapat dicerna oleh anak
dengan baik. Seorang guru tidak akan dapat
melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satu pun metode mengajar yang
telah dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan.[2]
Metode,
dalam bahasa arab, dikenal dengan istilah thariqah yang berarti langkah-langkah
strategis dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Bila dihubungkan dengan
pendidikan , maka strategi tersebut haruslah
diwujudkan dalam proses pendidikan, dalam rangka pengembangan sikap
mental dan kepribadian agar peserta didik menerima materi ajar dengan mudah,
efektif dan dapat dicerna dengan baik. Metode mengajar dapat diartikan sebagai
cara yang digunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik
pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Dengan demikian, metode mengajar
merupakan alat untuk mencciptakan proses pembelajaran. Dalam pandangan filosofis
pendidikan, metode merupakan alat yang
dipergunakan
untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat itu mempunyai fungsi ganda, yaitu
bersifat polipragmatis dan monopragmatis.
Polipragmatis
bilamana metode mengandung kegunaan yang serba ganda (multipurpose),
misalnya suatu metode tertentu pada suatu situasi, kondisi tertentu dapat
digunakan untuk membangun atau memperbaiki. Kegunaannya dapat bergantung kepada
si pemakai atau pada corak, bentuk, dan kemampuan metode sebagai alat,
sebaliknya, monopragmatis bilamana metode mengandung satu macam kegunaan
untuk satu macam tujuan penggunaan mengandung implikasi bersifat konsisten,
sistematis, dan kebermanaan menurut kondisi sesamanya mengingat sasaran metode
adalah manusia, sehingga pendidik untuk berhati-hati dalam penerapannya.
Dari beberapa
pendapat tentang pengertian metode di atas, maka dapat dikatakan bahwa
penggunaan metode pendidikan Islam yang perlu dipahami adalah bagaimana seorang
pendidik dapat memahami hakikat metode dan relevansinya dengan tujuan utama
pendidikan Islam, yaitu terbentuknya pribadi yang beriman yang senantiasa siap
sedia mengabdi kepada Allah SWT. Disamping itu, pendidik pun perlu memahami
metode-metode instruksional yang actual yang ditujukan dalam Al-Qur’an atau
yang dideduksikan dari Al-Qur’an, dan dapat memberi motivasi dan disiplin dalam
belajarnya.
B.
Pemilihan dan
Penentuan Metode
Metode mengajar yang
diguanakan guru dalam setiap kali pertemuan kelas bukan asal pakai, tetapi
setelah melalui seleksi yang berkesesuaian dengan perumusan tujuan
instruksional khusus.
Pembicaraan tersebut
membahas masalah pemilihan dan penentuan metode dalam kegiatan belajar
mengajar, dengan uraian bertolak dari nilai strategi metode, efektifitas
penggunaan metode, pentingnya pemilihan dan penentuan metode, dan faktor-faktor
yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode.
1. Nilai strategi metode
Di dalam kegiatan belajar mengajar terjadi interaksi edukatif antara guru
dan anak didik di kelas. Dalam penyampaian bahan pelajaran, guru harus
menggunakan strategi yang tepat. Disinilah kehadiran metode menempati posisi
yang penting dalam menyampaikan bahan pelajaran.
Kegagalan pengajaran salah satunya adalah disebabkan oleh pemilihan metode
yang kurang tepat, kurang sesuai dengan sifat bahan dan tidak sesuai dengan
tujuan pengajaran. Jadi dapat dipahami bahwa metode adalah salah satu cara yang
memiliki nilai strategi dalam kegiatan belajar mengajar. Nilai strateginya
adalah metode dapat mempengaruhi jalannya kegiatan belajar mengajar.
2. Efektifitas penggunaan metode
Penggunaan metode yang tidak sesua dengan tujuan pengajaran akan menjadi
kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Cukup banyak bahan
pelajaran yang terbuang percuma hanya karena penggunaan metode yang kurang
tepat, yaitu hanya menurut kehendak guru dan mengabaikan kebutuhan siswa,
fasilitas serta situasi kelas. Misalnya guru yang selalu senang dengan metode
ceramah padahal tujuan pengajarannya adalah agar anak didik bisa menjalankan
ibadah sholat. Kegiatan belajar mengajar semacam ini adalah kurang kondusif,
seharusnya penggunaan metode dapat menunjang pencapaian tujuan pengajaran,
bukan tujuan yang menyesuaikan metode.
Oleh karena itu, efektifitas penggunaan metode dapat terjadi bila ada
kesesuaian antara metode dengan semua komponen pengajaran yang telah
diprogramkan dalam satpel sebagai persiapan tertulis
3. Pentingnya pemilihan dan penentuan metode
Titik sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar mengajar
adalah tercapainya tujuan pengajaran untuk mencapai tujuan pengajaran yang
efektif dan efisien, antara guru dan anak didik harus beraktifitas. Anak didik
harus memiliki kreatifitas yang tinggi dalam belajar, bukan hanya menunuggu
perintah guru. Dan gurupun harus mengajar dengan giat dan semangat tidak boleh
dengan kemalasan.
Guru sebagai salah satu sumber belajar berkewajiban menyediakan lingkungan
belajar yang kreatif bagi kegiatan belajar anak didik di kelas. Salah satunya
adalah melakukan pemilihan dan penentuan metode tertentu yang sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai. Misalnya tujuan pengajaran agar anak-anak bisa
menuliskan angka 1-50, maka metode yang sesuai adalah metode latihan, tidak
tepat bila guru hanya menggunakan metode ceramah saja ataupun diskusi,
demonstrasi dan lainnya. Jadi dalam proses belajar mengajar guru penting/harus
melakukan pemilihan dan penentuan metode mengajar dengan mengenal karakteristik
(kelebihan dan kekurangan) masing-masing pengajaran.
C.
Kedudukan Metode
dalam Belajar Mengajar
1. Metode sebagai alat Motivasi Ekstrinsik
Menurut Sardiman, A.M, motivasi Ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif
dan berfungsinya, dikarenakan adanya pengaruh/ perangsang dari luar. Karena
itu, metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat
membangkitkan minat belajar seseorang.
Dalam mengajar, guru jarang sekali menggunakan hanya 1 metode, karena
mereka menyadari bahwa semua metode ada kelebihan dan ada kekurangannya.
Penggunaan satu macam metode cenderung menghasilkan kegiatan belajar mengajar
yang membosankan bagi anak didik, jalan pengajaranpun tampak kaku. Anak didik
kurang bergairah dalam belajar. Kejenuhan dan kemalasan menyelimuti kegiatan
belajar anak didik. Kondisi semacam ini sungguh tidak menguntungkan bagi para
guru ataupun bagi anak didik. Guru mendapatkan kegagalan dalam menyampaikan
pesan-pesan keilmuan dan anak didik dirugikan. Ini berarti metode tidak dapat
difungsikan oleh guru sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar
mengajar.
Akhirnya dapat dipahami bahwa penggunaan metode yang tepat dan bervariasi
dapat dijadikan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar
mengajar.
2. Metode sebagai strategi pengajaran
Berangkat dari konsepsi dalam kegiatan belajar mengajar ternyata tidak
semua anak didik memiliki daya serap yang optimal, maka perlu strategi belajar
mengajar yang tepat. Metodelah salah satu jawabannya. Untuk itu menurut
DR. Roestiyah, NK, dalam kegiatan
belajar mengajar guru harus memiliki strategi agar anak didik dapat belajar
secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu
langkah untuk memiliki strategi ini adalah harus menguasai tekhnik-tekhnik
penyajian atau biasa disebut metode mengajar.
Dengan demikian, metode mengajar adalah sebagai strategi pengajaran
dalam proses belajar mengajar.
3. Metode sebagai alat untuk mencapai tujuan
Tujuan adalah salah satu cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan belajar
mengajar. Tujuan adalah pedoman yang memberi arahan kemana kegiatanbelajar
mengajar akan dibawa.
Dalam mengembangkan kegiatan belajar mengajar, guru pasti berusaha mencapai
tujuan semaksimal mungkin. Salah satu usaha tersebut adalah menggunakan metode
(cara/tekhnik) mengajar. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Metode adalah pelicin jalan pengajaran menuju tujuan/sasaran.
Jadi, guru sebaiknya menggunakan metode
yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat dijadikan
sebagai alat yang efisien untuk mencapai tujuan.[3]
D.
Prinsip-Prinsip
Metode Pembelajaran
Agar penggunaan metode lebih efektif
maka ada beberapa prinsip metode yang harus diperhatikan guru dalam pelaksanaan
pembelajaran.
1. Metode tersebut harus memanfaatkan teori kegiatan mandiri. Belajar
merupakan akibat dari kegiatan peserta didik. Pada dasarnya belajar itu
berwujud mengalami, memberi reaksi, melakukan dan menurut prinsip ini seseorang
belajar melalui reaksi atau melalui kegiatan mandiri yang merupakan landasan
dari semua pembelajaran. Pengajaran harus dilaksanakan melalui pembelajaran
tangan pertama. Dengan kata lain peserta didik banyak memperoleh pengalaman
belajar.
2. Metode tersebut harus dimanfaatkan hukum pembelajaran. Kegiatan metode
dalam pembelajaran berjalan dengan cara tertib dan efisien sesuai dengan
hukum-hukum dasar yang mengatur pengoperasiannya. Hukum-hukum dasar menyangkut
kesiapan, latihan dan akibat, harus dipertimbangkan dengan baik dalam segala
jenis pembelajaran. Pengajaran yang baik memberi kesempatan terbentuknya
motivasi, latihan, peninjauan kembali, penelitian dan evaluasi.
3. Metode tersebut harus berawal dari apa yang sudah diketahui peserta didik.
Memanfaatkan pengalaman lampau peserta didik yang mengandung unsur-unsur yang
sama dengan unsur-unsur materi pembelajaran yang dipelajari akan melancarkan
pembelajaran. Hal tersebut dapat dicapai dengan sangat baik baik melalui
korelasi dan pembandingan. Pembelajaran akan dipermudah apabila yang memulainya
dari apa yang sudah diketahui peserta didik.
4. Metode tersebut harus didasarkan atas teori dan praktek yang terpadu dengan
baik yang bertujuan menyatukan kegiatan pembelajaran. Ilmu tanpa amal (praktek)
seperti kayu tanpa buah.
5. Metode tersebut harus memperhatikan perbedaan-perbedaan individual dan
menggunakan prosedur-prosedur yang sesuai dengan ciri-ciri pribadi seperti
kebutuhan, minat serta kematangan mental dan fisik.
6. Metode harus merangsang kemampuan berfikir dan nalar para peserta didik.
Prosedurnya harus memberikan peluang bagi kegiatan berfikir dan kegiatan
pengorganisasian yang seksama. Prinsip kegiatan mandiri sangat penting dalam
mengajar peserta didik untuk bernalar.
7. Metode tersebut harus disesuaikan dengan kemajuan peserta didik dalam hal
ketrampilan, kebiasaan, pengetahuan, gagasan, dan sikap peserta didik, karena
semua ini merupakan dasar dalam psikologi perkembangan.
8. Metode tersebut harus menyediakan bagi peserta didik pengalaman-pengalaman
belajar melalui kegiatan belajar yang banyak dan bervariasi. Kegiatan-kegiatan
yang banyak dan bervariasi tersebut diberikan untuk memastikan pemahaman.
9. Metode tersebut harus menantang dan memotivasi peserta didik kearah
kegiatan-kegiatan yang menyangkut proses deferensiasi dan integrasi. Proses
penyatuan, pengalaman sangat membantu dalam terbentuknya tingkah laku terpadu.
Ini paling baik dicapai melaui penggunaan metode pengajaran terpadu.
10. Metode tersebut harus memberi peluang bagi peserta didik untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan. Dan memberi peluang pada guru untuk menemukan
kekurangan-kekurangan agar dapat dilakukan perbaikan dan pengayaan (remedial
dan anrichmeint).
11. Kelebihan suatu metode dapat menyempurnakan kekurangan/ kelemahan metode
lain. Metode tanya jawab, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode
diskusi, dan metode proyek, kesemuanya dapat digunakan untuk mendukung
mendukung metode ceramah, kenyataan yang diterima secara umum bahwa metode yang
baik merupakan sintesa dari banyak metode atau prosedur. Hal ini didasarkan
atas prinsip bahwa pembelajaran terbaik terjadi apabila semakin banyak indra
yang dapat dirangsang.
12. Satu metode dapat dipergunakan untuk berbagai jenis materi atau mata
pelajaran satu materi atau mata pelajaran memerlukan banyak metode.
13. Metode pendidikan Islam harus digunakan dengan prinsip fleksibel dan
dinamis. Sebab dengan kelenturan dan kedinamisan metode tersebut, pemakaian
metode tidak hanya monoton dengan satu macam metode saja. Seorang pendidik
mampu memilih salah satu dari berbagai alternatif yang ditawarkan oleh para
pakar yang dianggapnya cocok dan pas dengan materi, multikondisi peserta didik,
sarana dan prasarana, situasi dan kondisi lingkungan, serta suasana pada waktu
itu.[4]
E.
Relevansi Metode PAI
1. Relevansi
dengan tujuan pembelajaran
Pada waktu akan
mengajar seorang guru harus memahami betul tujuan pendidikan yang akan dicapai.
Guru pada waktu melakukan proses belajar mengajar harus memperhatikan Tujuan
Instruksional Khusus (TIK) yang akan di capai oleh anak didik. Sebab TIK erat
sekalihubungannya dengan TIU, tujuan kokurikuler dan pencapaian Tujuan
Pendidikan Nasional.[5]
Jika tujuannya
pembinaan daerah kognitif maka metode driil kurang tepat digunakan akan tetapi
metode yang tepat digunakan seperti metode tanya jawab, pemberian tugas,
diskusi dll. Jika tujuan daerah afektif maka metode yang tepat digunakan
seperti; metode keteladanan, Qawlan (baligha, bashira, nazhira, al haq,
layyinan, maisyura, ma’rufan). Jika tujuan daerah psikomotor maka metode yang
cocok digunakan adalah seperti; metode alat peraga, simulasi.
Jadi kesimpulan
penulis disini bahwa metode yang akan digunakan harus melihat dulu tujuan
pembelajaran yang akan dicapai. Beberapa metode diatas masih terfokus kepada
satu tujuan, apabila tujuan yang akan dicapai meliputi ketiga aspek maka ini
sesuai dengan kreatifitas guru dalam mengkolaborasikan metode-metode tersebut.
2. Relevansi
dengan bahan ajar
Bahan ajar pada
dasarnya adalah semua bahan yang didesain secara spesifik untuk keperluan
pembelajarn, bahan ajar berupa seperangkat materi yang disusun secara
sistematis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa
belajar dengan baik. Secara umum wujud bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi
empat yaitu;
a. Bahan cetak (printed),
bahan cetak antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur,
leaflet, wallchart, foto atau gambar
b. Bahan ajar
dengar (audio), bahan ajar yang didesain dengan menggunakan media dengan
(audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio
c. Bahan ajar
lihat-dengar (audio visual) Bahan ajar audio visual adalah bahan ajar yang
didesain dengan menggunakan media audio visual seperti video compact disk, film
d. Bahan ajar
interaktif. Multimedia interaktif adalah kombinasi dari dua atau lebih media
(audio, teks, gambar, animasi, dan video) yang oleh penggunaannya dimanipulasi
untuk mengendalikan perintah dan perilaku alami dari suatu presentasi.[6]
Bahan pembelajaran yang baik harus mempermudah dan
bukan sebaliknya mempersulit siswa dalam memahami materi yang sedang
dipelajari. Oleh sebab itu, bahan pembelajaran harus memenuhi kriteria berikut:
a. Sesuai dengan
topik yang dibahas
b. Memuat intisari
atau informasi pendukung untuk memahami materi yang dibahas.
c. Disampaikan
dalam bentuk kemasan dan bahasa yang singkat, padat, sederhana,
sistematis, sehingga mudah difahami.
d. Jika ada perlu
dilengkapi contoh dan ilustrasi yang relevan dan menarik untuk
lebih mempermudah memahami isinya.
e. Sebaiknya
diberikan sebelum berlangsungnya kegiatan belajar dan pembelajaran sehingga
dapat dipelajari terlebih dahulu oleh siswa.
f. Memuat gagasan
yang bersifat tantangan dan rasa ingin tahu siswa
Tiap-tiap bahan ajar mempunyai karakteristik atau
ciri-ciri tersendiri baik obyek dan ruang lingkupnya. Sebagai contoh misalnya,
bidang studi matematika tidak sama ruang lingkup dan obyeknya dengan bidang
studi IPS, untuk itu pemilihan dan penentuan metode yang akan digunakan dalam
proses pembelajaran pun akan berbeda pula. Begitu pula tingkat kedalaman suatu
mata pelajaran/ materi yang akan diajarkan mempengaruhi juga pemilihan dan
penentuan metode belajar mengajar yang akan dicapai.
3. Relevansi
dengan situasi
Situasi
kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan tidaklah selamanya sama dari hari
kehari. Pada suatu waktu boleh jadi guru boleh menciptakan situasi belajar
mengajar yang berbeda, misalnya belajar mengajar di alam terbuka, yaitu diluar
ruangan sekolah. Maka dalam hal ini, guru tentu memiloh metode mengajar yang
sesuai dengan situasi yang diciptakan tersebut.
Situasi yang
mencakup hal yang umum seperti situasi kelas, situasi lingkungan. Bila jumlah
murid begitu besar, maka metode diskusi agak sulit digunakan apalagi bila
ruangan yang tersedia kecil. Metode ceramah harus mempertimbangkan antara lain
jangkauan suara guru. Kemudian apabila situasi lingkungan kelas dan sekolah
sunyi senyap tampa banyak aktifitas disekelilingnya, maka metode yang tepat
digunakan adalah metode seperti; diskusi, Tanya jawab,
simulasi, Qawlan (baligha, bashira, nazhira, al haq, layyinan,
maisyura, ma’rufan) dan lain-lain. Dengan sesuainya metode yang digunakan
guru dengan situasi sekolah ditempat ia mengajar maka tujuan dari materi yang
akan disampaikan pun akan tercapai secara maksimal. Begitu juga
sebaliknya, apabila guru tidak bisa melihat dan menyesuaikan metode yang
akan digunakan dengan situasi kelas maupun sekolah, maka pembelajaran tidak
akan terlaksana dengan baik. Jadi sangat penting diperhatikan bagi
seorang guru tentang situasi tempat ia mengajar.
4. Relevansi
dengan siswa
Perbedaan
individual siswa pada aspek biologis, psikologis dan intelektual akan
mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode yang akan digunakan oleh guru untuk
menciptakan lingkungan belajar yang kreatif dalam situasi dan kondisi yang
relatif lama demi tercapainya tujuan pengajaran yang telah dirumuskan secara
operasional. Jadi kematangan anak didik yang bervariasi mempengaruhi pemilihan
dan penentuan metode pengajaran.
Disinilah peran
guru untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswa.
Apabila siswa memiliki kemampuan rata-rata yang sama maka guru bisa menggunakan
metode seperti; diskusi, tanya jawab, dan simulasi. Kemudian apabila kemampuan
siswa di suatu kelas tidak merata maka metode yang mungkin di gunakan seperti;
metode pendekatan personal seperti qawlan layyinan dan qawlan maisyura. Ini
semua kembali kepada kreativitas guru dalam melihat kemampuan, kematangan dan
latar belakang siswa
5. Relevansi
dengan evaluasi
Dalam
pelaksanaan evaluasi perlu diperhatikan beberapa prinsip sebagai dasar
pelaksanaan penilaian.
Prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Evaluasi
hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang komprehensif (menyeluruh).
Yaitu pengukuran yang meliputi aspek kognitif, efektif, dan psikomotorik.
b. Prinsip
kesinambungan (kontinuitas); penilaian hendaknya dilakukan secara berkesinambungan.
c. Evaluasi harus
dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu untuk mengetahui secara
menyeluruh perkembangan peserta didik, sehingga kegiatan dan unjuk kerja
peserta didik dapat dipantau
d. Prinsip
obyektif, penilaian diusahakan agar seobyektif mungkin.
e. Evaluasi harus
mempertimbangkan rasa keadilan bagi peserta didik dan objektifitas pendidik,
tanpa membedakan jenis kelamin, latar belakang etnis, budaya, dan berbagai hal
yang memberikan konstribusi pada pembelajaran. Sebab ketidakadilan dalam penilaian
dapat menyebabkan menurunnya motivasi belajar peserta didik karena mereka
merasa dianaktirikan.
f. Prinsip
sistematis, yakni penilaian harus dilakukan secara sistematis dan teratur.[7]
Berkaitan dengan metode dalam pendidikan agama Islam
maka ada beberapa jenis evaluasi yang dapat diterapkan :
a. Evaluasi
Formatif, yaitu penilaian untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh para
peserta didik setelah menyelesaikan satuan program pembelajaran (kompetensi
dasar) pada mata pelajaran tertentu.
b. Evaluasi
Sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik
setelah mengikuti pelajaran dalam satu semester dan akhir tahun untuk
menentukan jenjang berikutnya.
c. Evaluasi
penempatan (placement), yaitu evaluasi tentang peserta didik untuk kepentingan
penempatan di dalam situasi belajar yang sesuai dengan kondisi atau kemampuan
yang dimiliki peserta didik.
d. Evaluasi
Diagnostik, adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan latar
belakang (psikologi, fisik, lingkungan) dari murid/ siswa yang mengalami
kesulitan-kesulitan dalam belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar
dalam memecahkan kesuliatan –kesuliatan tersebut. Evaluasi jenis ini erat
hubungannya dengan kegiatan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.[8]
Apabila metode
yang digunakan guru adalah metode tanya jawab dalam proses
pembelajaran maka evaluasi yang cocok untuk diterapkan adalah tes lisan.
Karena pada awalnya siswa sudah dibimbing oleh guru untuk menuturkan dan
menjelaskan materi pelajaran secara lisan. Ini akan memudahkan guru untuk
menguji seberapa jauh pemahaman siswa terhadap materi yang sudah diberikan.
BAB III
PENUTUP
[1]
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan
Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2002), hal. 53
[2]
H. Ramayulis, Profrsi & Etika Keguruan (Jakarta: Kalam Mulia,
2013), hal. 191
[3]
Anissatul Mufarrokah, Strategi Belajar Mengajar (Yogyakarta: Teras.
2009) hal. 78
[4]
H. Ramayulis, op.cit hal. 198
[5]
Anissatul Mufarrokah, op.cit. hal. 83
[6]
Abdul Majid, Perencanaan
Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 182
[7]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal. 226
[8]
Ibid., hlm. 227-228
No comments:
Post a Comment